BOOKING PLACES WITH BOOK

Hanya buku saja yang mau kuajak berbincang-bincang. Lebih tepatnya ia yang berbicara padaku. Perkataannya akan selalu sama kepada semua orang. Jika ia ada di tangan orang lain, ia akan mengatakan hal yang sama. Namun setiap kali ia ada di tanganku, aku merasa ia seperti mengatakan hal yang berbeda padaku. Mungkin karena ia menyampaikan isi pikirannya di dalam kekhusukan yang berbeda.

Aku berhak untuk tidak mendengarkannya (kututup saja buku itu dan pergi ke kamar mandi atau tiduran di kasur). Ia tidak tersinggung. Mungkin karena ia tahu dan yakin betul aku akan datang kembali padanya. Ah. Diam-diam, buku itu kadang membuat jengkel juga. Padahal ia tidak berbuat apa-apa.

Pikirannya sangat mudah kubaca, tetapi terkadang begitu sulit kumengerti hingga rasa-rasanya ingin kuselipkan lagi di antara buku tebal lainnya. Kujepitkan di antara buku lain dengan posisi berdiri hingga sesak ia. Lalu hanya punggungnya yang tampak, telanjang. Seperti bocah nakal yang memberikan pantatnya pada tuan-tuan yang mengganggu kesenangan mereka—ia seperti menggerak-gerakan bulu matanya agar suatu saat nanti aku datang lagi. Ah, keberadaannya bahkan dalam diam sekalipun begitu bikin penasaran sekaligus menjengkelkan.

Penasaran karena ia membawaku ke tempat yang jauh. Kami berpegangan tangan dan aku duduk dengan gayaku sendiri. Ia memperbolehkanku menyeruput dan meneguk-dalam kopiku. Terkadang malah ia yang mengingatkanku untuk jangan lupa membasahi bibirku dengan kopi ataupun air liur. Menjengkelkan karena ia begitu tenang namun begitu pasti. Aku selalu ditaklukannya. Entah dengan apa. Tetapi selalu di waktu yang tepat. Dan seolah-olah ia tahu isi pikiranku. Seperti teror yang menggelikan!

Setelah John Steinbek membawaku berkeliling Dataran Tortilla, sekarang Fyodor Dostoyevski menawarkan diri untuk menggandengku ke negerinya, Rusia (mungkin). Dia bilang kami akan membaca Catatan dari Bawah Tanah. Aku belum tahu pasti apa isinya.

Visa dan lain-lain sudah beres—karena tidak perlu dibereskan. Kami sudah di pelabuhan sekarang—kami sudah berpegangan. Kami naik kapal. Mungkin akan makan waktu berhari-hari hingga akhirnya kami sampai di tujuan. Tapi bisa juga lebih cepat atau lebih lama dari dugaan karena kapal ini bisa saja berubah jadi pesawat terbang, kapal selam, kupu-kupu, burung elang, layang-layang,kumbang atau keong.

Seperti tiba-tiba, ia berkata, “Aku orang sakit…. Aku orang pendendam.” Mataku membesar. Aku kaget sekaligus penasaran. Apa maksud kata-katanya itu? Nada bicaranya marah, tapi wajahnya tampak lelah. “Lanjutkanlah!” pintaku di dalam hati. Eh? Kok malah diam seribu bahasa?

Aku berjalan di belakangnya. Ia masih saja diam. Aku masih saja memerhatikan punggungnya yang kurus. Namun aku yakin, begitu kami duduk di kapal, ia akan melanjutkan perkataannya. Dan ceritanya akan selesai tepat ketika kami merapat di pelabuhan. Dan pada waktu itu, tidak seorang pun yang tahu di mana kami tiba.

2 thoughts on “BOOKING PLACES WITH BOOK

Leave a reply to iratampubolon Cancel reply